sinawung talineng roso…

Posts tagged ‘Pelayanan Publik’

Reformasi Administrasi

Hubungan Profesionalisme Birokrasi Pemerintahan Dengan Kualitas Pelayanan Publik Dalam Pembuatan Kartu Keluarga
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kartu Keluarga wajib dimiliki oleh setiap keluarga di Indonesia. Kepemilikan Kartu Keluarga dapat diurus mempergunakan jalur-jalur birokrasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Setiap keluarga diwajibkan mengurus pembuatan Kartu Keluarga yang dalam penelitian ini dilakukan di Desa Pandanan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik sebagai lembaga yang menangani urusan Kartu Keluarga di wilayah tersebut.
Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh penulis di lapangan, pelayanan pembuatan Kartu Keluarga (KK) di Kecamatan Sumur Bandung berjalan kurang optimal, dapat dilihat dari beberapa permasalahan, di antaranya yaitu prosedur pembuatan Kartu Keluarga (KK) yang berbelit-belit yaitu harus ke RT, RW, Kelurahan atau Desa baru ke Kecamatan. Belum lagi di Kantor Kecamatan harus melalui beberapa bagian yaitu Seksi Pemerintahan, kemudian diketahui oleh Sekretaris Kecamatan dan terakhir ke Camat. Permasalahan tersebut muncul diduga karena birokrasi pemerintahan Kecamatan SumurBandung kurang cakap dalam menerapkan keahliannya sebagai suatu alat birokrasi yang seharusnya menerapkan prinsip efektivitas dalam pelayanannya. Birokrasi cenderung miskin ide-ide baru untuk menyederhanakan prosedur pembuatanKartu Keluarga (KK) dan menemukan solusi terhadap permasalahan tersebut. Sehingga warga merasa enggan untuk mengurus sendiri dan lebih memilih mempergunakan jasa orang lainyang memiliki akses kedekatan dengan birokrasi.
Permasalahan yang lain, yaitu seringkali Kartu Keluarga (KK) selesai dengan waktu yang relatif lama. Memang mengenai waktu penyelesaikan Kartu Keluarga (KK) tidak secara jelas diatur dalam peraturan perundangan namun menurut hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pemerintahan, bahwa waktu penyelesaianKartu Keluarga (KK) adalah seminggu, terhitung mulai dari RT hingga Kartu Keluarga (KK) tersebut selesai di Kecamatan. Masyarakat yang sangat membutuhkan Kartu Keluarga (KK) dalam waktu cepat guna keperluan tertentu sangat dirugikan dengan tidak terselesaikannya Kartu Keluarga (KK) tepat pada waktunya tersebut. Hal ini tentu bertolak belakang dengan asas cepat yang seyogyanya dimiliki oleh birokrasi pemerintahan. Salah satu penyebab Kartu Keluarga (KK) tidak selesai pada waktunya tersebut disebabkan karena kurangnya tanggung jawab yang dimiliki oleh aparatur pemerintahan di Desa Pandanan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.
Selain itu, warga kurang begitu mengetahui tentang prosedur yang harus dijalani dalam membuat Kartu Keluarga di Kecamatan. Tahapan-tahapan prosedural ini kurang tersosialisasikan luas kepada masyarakat. Hal ini menunjukan adanya sosialisasiyang kurang tentang pelaksanaan prosedur yang benar yang harus dijalani dalam mendapatkan layanan pemerintah, khususnya dalam pembuatan Kartu Keluarga. Kemudian dalam hal transparansi besaran biaya pelayanan pembuatan Kartu Keluarga (KK) yang tidak jelas, sehingga biaya yang lebih besar dikeluarkan oleh masyarakat dari yang seharusnya. Hal ini dimungkinkan ada beberapa pihak yang mengambil keuntungan dari besaran biaya yang seharusnya dikeluarkan dalam pembuatan Kartu Keluarga.
Tidak adanya sanksi yang tegas dari masyarakat yang membuat birokrasi seakan dimanjakan dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanannya kepada masyarakat. Masyarakat tidak dapat menyampaikan keluhannya karena tidak adanya saluran untuk menyampaikan keluhan dalam layanan pembuatan Kartu Keluarga.
Tampaknya kurang optimalnya pelayanan pembuatan Kartu Keluarga (KK) di Desa Pandanan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik berdasarkan pemaparan di atas diduga karena birokrasi pemerintahan yang dijalankan kurang profesional. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah sedikit banyak telah merubah struktur kelembagaan maupun kinerja pemerintah daerah di Indonesia. Hal ini merupakan sebuah bagian dari proses bergulirnya reformasi birokrasi pemerintahan di Indonesia.
Dalam rangka penajaman pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah kemudian mengeluarkan peraturan pelaksanaan (PP) dari UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang merupakan instrumen teknis dari pelaksanaan otonomi di daerah. Reformasi birokrasi pemerintahan terjadi disebabkan adanya keinginan kuat untuk melakukan perubahan kelembagaan birokrasi yang selama ini cenderung berbelit-belit dan terlalu kaku menuju birokrasi yang efektif dan efisien. Ginandjar Kartasasmita mengemukakan pendapat pada Seminar Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS) ke-7 di Kampus USU Medan 21 Maret 1997 bahwa “Birokrasi Indonesia, masih jauh dari ideal dan belum profesional”. Padahal katanya, bila dipandang dari sistemnya sendiri birokrasi adalah modern universal. Artinya, sistemnya sama sebagaimana ada di negara lain. Prosedurnya secara teoretis juga sama. “Tapi mengapa birokrasiIndonesia begini payah”(Sumber Republika Online, Sabtu 22 Maret 1997). Wajah yang ditampilkan birokrasi pemerintahan kita selama ini memang tidaklah semulus apa yang kita harapkan.
Dalam eksistensinya birokrasi pemerintahan di Indonesia mengalami berbagai persoalan baik yang bersifat struktural maupun kultural. Miftah Thoha mengemukakan persoalan yang dihadapi birokrasi dalam Tulisannya “Reformasi Birokrasi Pemerintah” pada seminar Good Governance di Bappenas tanggal 24 Oktober 2002, antara lain: Reformasi kelembagaan birokrasi meliputi reformasi susunan dari suatu tatanan birokrasi pemerintah, serta reformasi tata nilai, tata sistem, dan tata perilaku dari sumber daya manusianya. Pengamatan saya bahwa tidak adanya akontabilitas publik, tidak adanya transparansi dan kurang adanya pertanggung jawaban selama pemerintahan yang lalu yang dilakukan oleh pemerintah terhadap tindakan publik, karena pendekatan kekuasaan sangat sentral (Thoha, 2003: 2).
Dampak dari apa yang ditunjukan oleh kinerja birokrasi tentu saja dirasakan langsung oleh masyarakat yang secara langsung mendapatkan pelayanan dari birokrasi pemerintahan. Padahal sejatinya apa yang dilakukan dalam upaya pembenahan birokrasi diarahkan bagi peningkatan pelayanan kepada publik. Dalam rangka pelaksanaan otonomi, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga mengkedepankan kualitas pelayanan masyarakat yang berkelanjutan.
Selama ini perilaku birokrasi lebih bersikap tradisional bahkan feodalistis. Dalam pandangan birokrasi yang demikian, birokrasi berada di atas rakyat dan bukan di tengah-tengah rakyat. Dalam kultur feodal seperti ini, menumbuhkan budaya nepotisme. Sehingga kepentingan masyarakat yang seharusnya diberikan secara adil dan merata tersisihkan oleh faktor kedekatan atau kekerabatan, sehingga hanya orang-orang yang memiliki akses kedekatan inilah yang mendapatkan layanan pemerintah secara optimal.
Pemerintahan, dengan kata lain, pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. “Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama” (Rasyid, 1996). Oleh karena itu, dalam pemerintahan modern pada era globalisasi dewasa ini, pemerintahan perlu semakin didekatkan kepada masyarakat, sehingga pelayanan yang diberikannya menjadi semakin baik (the closer the government, the better it services) (Osborne & Gaebler, 1992). Asumsinya, kalau pemerintahan berada dalam jangkauan masyarakat, maka pelayanan yang diberikan menjadi lebih cepat, hemat, murah, daya tanggap, akomodatif, inovatif, dan produktif (Djohan dan Rasyid pada Jurnal Volume 7.1/Pengembangan Aparatur Pemerintahan Daerah dalam menyongsong Era Otonomi Daerah).
Pemerintah hadir untuk melayani dan mengatur masyarakat secara adil dan merata. Tetapi apa yang ditampilkan pemerintah memiliki kecenderungan ke arah sebaliknya, bahwa pemerintah cenderung ingin dilayani. Berkaitan dengan hal tersebut Ermaya Suradinata dalam bukunya “Pemimpin dan Kepemimpinan Pemerintahan, Pendekatan Budaya, Moral, dan Etika” mengungkapkan bahwa:
Kalau kita melihat yang terjadi sekarang ini, banyak aparatur pemerintah yang nampaknya semakin jauh dari peran utamanya sebagai pelayan masyarakat, dan lebih cenderung berperan sebagai penguasa, bahkan minta dilayani masyarakat (Suradinata, 1997:83).
Kaitan antara profesionalisme birokrasi pemerintahan dengan peningkatan pelayanan publik ditujukan oleh apa yang dikemukakan oleh Sinoeng N Rachmadi dalam tulisannya Pelayanan Publik Muara Otonomi Daerah, antara lain: Telah nampak dorongan publik maupun pemerintah daerah itu sendiri yang makin mengerucut untuk melakukan penataan birokrasi dengan penerapan paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan berpegang pada profesionalisme birokrasi masa depan berdasarkan desentralisasi, demokratisasi, transparansi, akuntabilitas dan meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat (Suara Merdeka 12 April 2003).
Kurang optimalnya pelayanan pada masyarakat terjadi di berbagai tingkat dan sektor pemerintahan yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Hampir segala bentuk layanan yang disediakan oleh birokrasi pemerintah, dalam kehidupan sehari-hari baik itu PAM, listrik, telepon, KTP, KK dan sebagainya sering berakhir dengan kekecewaan. Banyaknya keluhan dari berbagai pihak disampaikan melalui media massa. Fenomena pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah menunjukan gejala yang hampir sama di berbagai sektor pelayanan pemerintah yang berujung pada ketidakpuasan masyarakat sebagai konsumen. Salah satunya terjadi di Kecamatan Sumur Bandung, yaitu dalam hal pelayanan pembuatan Kartu Keluarga (KK) yang diselenggarakan oleh aparat Pemerintah Kecamatan Sumur Bandung khususnya Seksi Pemerintahan.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas pelayanan publik dalam pembuatan Kartu Keluarga di Desa Pandanan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.
2. Bagaimana profesionalisme birokrasi pemerintahan di Desa Pandanan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.
3. Bagaimana hubungan profesionalisme birokrasi pemerintahan dengan kualitas pelayanan publik dalam pembuatan Kartu Keluarga di Desa Pandanan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan profesionalisme pemerintahan dengan kualitas pelayanan publik di Desa Pandanan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik. Tujuan dari penelitian makalah ini adalah :
1. Untuk menjelaskan kualitas pelayanan publik dalam pembuatan Kartu Keluarga (KK) di Desa Pandanan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.
2. Untuk menjelaskan profesionalisme birokrasi pemerintahan di Desa Pandanan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.
3. Untuk menjelaskan hubungan profesionalisme pemerintahan dengan kualitas pelayanan publik dalam pembuatan Kartu Keluarga (KK) di Desa Pandanan Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Akademis penelitian ini adalah untuk meningkatkan dan memperkaya khasanah keilmuan dalam bidang disiplin Ilmu Pemerintahan, juga dapat dijadikan bahan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan masalah profesionalisme birokrasi pemerintahan dan pelayanan publik.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Pemerintah: Hasil penelitian ini merupakan salah satu bahan masukan dalam melaksanakan profesionalisme birokrasi pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan publik di Kecamatan Sumur Bandung Kota Bandung
b. Bagi masyarakat: Hasil penelitian ini merupakan sebuah kajian yang dapat membuka wawasan dan menarik untuk terus digali dan dikembangkan, sehingga aspirasi yang sesungguhnya dapat benar-benar dapat diterapkan dalam birokrasi pemerintahan sesuai dengan yang diharapkan.
c. Bagi Penulis: penelitian ini merupakan sarana peningkatan kemampuan ilmiah penulis dari teori-teori yang telah didapat dalam aspek pemerintahan. Juga memberikan pemahaman lebih jauh bagi penulis tentang realitas birokrasi pemerintahan bagi penyelenggaraan negara yang lebih baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Profesionalisme Birokrasi Pemerintahan

Profesionalisme birokrasi pemerintahan perlu mendapatkan penjabaran yang jelas agar kita dapat memahami secara filosofis dan sosiologis tentang makna dari profesionalisme birokrasi pemerintahan itu sendiri. Sehingga dapat diterapkan dalam aspek pemerintahan secara nyata.
2.1.1 Pengertian Profesionalisme
Profesi menurut Oxford Advanced Learner’s Dictonary of Current English (1974) adalah: Professions: occupation, one requiring advanched education and special training,…(profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang menuntut pelatihan mahir dan latihan khusus).
Profesional menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu hal-hal yang berkaitan dengan profesi dan atau memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya; Sedangkan profesionalisme menurut KBBI adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional (KBBI, 1994: 789).
Profesionalisme adalah konsep ilmu administrasi negara dan manajemen. Taliziduhu mengutip pendapat Frederick C . Mosher sebagai mana diuraikan dalam buku Richard J. Stillman II yaitu Public Administration: Concept and Cases tentang kata profesional, yaitu:
means 1) a reasonably a clear-cut occupational field 2) which ordinarily requires higher education at least through the bachelor”s level 3) which offers a lifetime career to its members.(Ndraha, 2003:726).
Dari pengertian diatas menjelaskan bahwa profesional berarti suatu hal yang didasarkan dengan bidang lapangan pekerjaan yang dijalankan dengan baik dimana biasanya memerlukan kualifikasi pendidikan yang lebih tinggi sedikitnya sampai gelar sarjana, serta di dalamnya terdapat jenjang karier bagi para pegawai secara berkelanjutan.
Profesional artinya menurut pada keahlian jabatannya. Sedangkan Profesinalisme adalah aliran yang menerapkan profesi sebagai asas pokok perbuatan manusia (Kartono, 1996: 157).
Pendapat lain tentang profesionalisme dikemukakan oleh Robert G. Murdick dan Joel Ross didasarkan pada kriteria:
1. Knowledge (pengetahuan)
2. Competent application (aplikasi kecakapan)
3. Social responsibility (tanggung jawab sosial),
4. Self-control (pengendalian diri)
5. Community sanction (sanksi masyarakat atau sosial) (dalam Silalahi, 1989 : 5).
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme adalah hal-hal yang berkaitan dengan kepandaian khusus untuk menjalankan suatu sistem, yang didasarkan pada aspek-aspek pengetahuan, aplikasi kecakapan, tanggung jawab sosial, pengendalian diri, serta sanksi masyarakat atau sosial.
2.1.2 Pengertian Birokrasi
Birokrasi telah menjadi kata yang populer di mata pemerhati masalah pemerintahan bahkan masyarakat pada umumnya, sehingga menjadi kata populer yang dipergunakan dengan luas dalam aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Istilah birokrasi berasal dari dua akar kata, yaitu bureau (meja) dan cracy (diartikan aturan/kekuasaan). Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Kybernologi mengungkapkan tiga macam arti birokrasi, yaitu:
Pertama, birokrasi diartikan sebagai “government by bureus” yaitu pemerintahan biro oleh aparat yang diangkat oleh pemegang kekuasaan, pemerintah atau pihak atasan dalam sebuah dalam sebuah organisasi formal, baik publik maupun privat.Kedua, birokrasi diartikan sebagai sifat atau perilaku pemerintahan, yaitu sifat kaku, macet, berliku, dan segala tuduhan negatif terhadap instansi yang berkuasa. Ketiga, birokrasi sebagai tipe ideal organisasi.(Ndraha, 2003 : 513).
Menurut pendapat Soerjono Soekamto mengutip Weber bahwa “birokrasi merupakan suatu organisasi yang dimaksud untuk mengerahkan tenaga dengan teratur dan terus-menerus, untuk mencapai suatu tujuan tertentu” (Soekamto, 1982: 301).
Birokrasi sebagai suatu organisasi digambarkan oleh Max Weber memiliki beberapa karakteristik yang dirangkum oleh Martin Albrow dan dikutip oleh Priyo Budi Santoso dalam bukunya Birokrasi Pemerintahan Orde Baru ke dalam empat ciri utama, yaitu: 1) A hierarchical structure involving delegation of authority from the top to the bottom of an organization, 2) A series of officials position offices, each having prescribed duties and responsibilities, 3) Formal rules, regulations, and standards governing operations of the organization and behavior of its members, 4) Technically qualified personel employed on acareer basis, with promotion based on qualifications and performance. 1)Adanya suatu struktur hirarki, termasuk pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi, 2) Adanya serangkaian posisi-posisi jabatan, yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang tegas, 3) Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formal yang mengatur tata kerja organisasi dan tingkah laku para anggotanya, 4) Adanya personel yang secara teknis memenuhi syarat yang diperkerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan (Santoso, 1993 : 18).
Miftah Thoha dalam tulisannya pada Seminar Good Governance di Bappenas 24 Oktober 2002 yang berjudul yang berjudul”Reformasi Birokrasi Pemerintah mengemukakan bahwa: Lembaga birokrasi merupakan suatu bentuk dan tatanan yang mengandung struktur dan kultur. Struktur mengetengahkan susunan dari suatu tatanan, dan kultur mengandung nilai (values), sistem, dan kebiasaan yang dilakukan oleh para pelakunya yang mencerminkan perilaku dari sumberdaya manusianya.(Thoha, 2002: 2).
Dari pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa birokrasi dapat diartikan sebagai struktur yang dapat dipandang sebagai organisasi yang ideal dimana selanjutnya di dalam struktur tersebut terdapat posisi jabatan, adanya aturan-aturan pelaksanaan tugas fungsional, dan adanya personel yang secara teknis memenuhi syarat yang diperkerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan penampilan
2.1.3 Pengertian Pemerintah dan Pemerintahan
Secara etimologi pengertian pemerintahan berasal dari kata dasar perintah, yang berarti perkataan yang bermaksud menyuruh untuk melakukan sesuatu. Ada empat unsur yang paling sedikit ditemui dalam kata perintah (Bayu Suryaningrat) seperti yang dikutip oleh Inu Kencana Syafiie, yaitu sebagai berikut:
1. Ada dua pihak.
2. Pihak yang memerintah.
3. Pihak yang diperintah.
4. Ada hubungan antara kedua pihak tersebut. (Syafiie, 1999:8).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa : Pemerintah, yaitu:
• Sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya.
• Sekelompok orang yang bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan.
• Penguasa suatu negara (bagian negara).
• Badan tertinggi yang memerintah suatu negara.
Pemerintahan, yaitu:
• Proses, cara, perbuatan memerintah.
• Segala urusan yang dilakukan oleh negara yang menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara (KBBI, 2001, 859-860).
Sedangkan Ryaas Rasyid, mengartikan pemerintahan sebagai: Kegiatan penyelenggaraan negara guna memberikan pelayanan dan perlindungan bagi segenap warga masyarakat, melakukan pengaturan, memobilisasi semua sumber daya yang diperlukan, serta membina hubungan baik di dalam lingkungan negara ataupun dengan negara lain” (Rasyid, 2002: 232-233).
Istilah pemerintah sendiri dapatlah dipandang sebagai suatu pengertian yang menunjuk kepada badan, organisasi, aparat, alat perlengkapan yang menjalankan fugsinya. Istilah pemerintahan dapat menunjukan pada bidang atau lapangan, fungsi bidang pekerjaan. Selain itu, beberapa ahli membedakan juga pemerintahan menjadi dua dikotomi, yaitu pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit.
Ryaas Rasyid berpendapat bahwa “pemerintahan dalam arti yang luas menyangkut kekuasaan dan kewenangan dalam bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Eksekutif hanyalah kegiatan pemerintahan dalam arti yang sempit” (Rasyid, 2002: 233).
Senada dengan pendapat Ryaas Rasyid, Inu Kencana Syafiie mengartikan “pemerintahan dalam arti sempit sebagai eksekutif itu sendiri sedangkan dalam arti luas juga termasuk legislatif dan yudikatif, bahkan juga konstitutif, inspektif, federatif, konsultatif” (Syafiie, 1999: 9).
Situmorang dan Cormenyana memberikan pengertian Pemerintah dan Pemerintahan dalam arti luas dan sempit, yaitu:
1. Pemerintah dalam arti luas adalah menunjuk kepada semua aparatur atau alat perlengkapan negara sebagai kesatuan yang menjalankan segala tugas dan wewenang kekuasaan negara; Sedangkan Pemerintah dalam arti sempit menunjuk kepada aparatur atau alat perlengkapan negara yang melaksanakan tugas dan kewenangan Pemerintahan dalam arti sempit.
2. Pemerintahan sebagai kegiatan dalam arti luas adalah tugas dan kewenangan negara. Jika dilihat pembidangan Montesquieu, pemerintahan dalam arti luas terdiri dari bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif, sedangkan Pemerintahan dalam arti sempit diartikan sebagai tugas dan kewenangan bidang eksekutif saja. (Situmorang, Cornmenyana, 1984: 5).
Muchtar Affandi dalam bukunya membedakan antara istilah “Pemerintah” dengan “Pemerintahan”. Menurutnya “Pemerintah adalah lembaganya atau badannya, yakni organ negara yang melakukan pemerintahan, sedangkan Pemerintahan adalah pelaksanaan tugasnya, fungsinya, atau aktivitasnya yang dilakukan oleh Pemerintah” (Affandi, 1982: 208).
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala tugas/kewenangan/kukuasaan negara. Pemerintahan dalam arti luas meliputi bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit diartikan sebagai tugas/kewenangan/kekuasaan khusus dalam bidang eksekutif.
Dari pendapat di atas, dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan Pemerintahan adalah aplikasi fungsi dari lembaga atau badan yang memerintah dan mengatur masyarakat dalam suatu negara untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Sedangkan Pemerintah adalah serangkaian lembaga atau badan yang memiliki kewenangan dan kekuasaan mengatur serta memerintah dalam suatu negara.
2.1.4 Pengertian Birokrasi Pemerintahan
Untuk lebih mempertajam pemahaman tentang aspek birokrasi maka kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan pengertian birokrasi pemerintahan. Pengertian birokrasi pemerintahan menurut Ermaya Suradinata seperti yang dikutip oleh Tjahya Supriatna, adalah:
“Sistem yang mengatur jalannya pemerintahan dan pembangunan. Sebagai suatu sistem, proses birokrasi mencakup berbagai sub sistem yang saling berkaitan, saling mendukung, saling menentukan, sehingga dapat membentuk suatu totalitas komponen yang terpadu. Sub sistem ini mencakup kewenangan, tugas pokok, unsur manusia, tempat kerja, dan tata kerja. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa birokrasi pemerintahan juga merupakan alat atau instrumen pemerintah dalam melaksanakan proses pemerintahan dan pembangunan serta pembinaan masyarakat dst” (Supriatna, 1997 : 102).
Sejalan dengan pendapat diatas bahwa birokrasi pemerintahan menurut Taliziduhu Ndraha bahwa: “Birokrasi pemerintahan didefinisikan sebagai struktur pemerintahan yang berfungsi memproduksi jasa publik atau layanan-civil tertentu berdasarkan kebijakan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan berbagai pilihan dari lingkungan”(Ndraha, 2003:521).
Dari pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa birokrasi pemerintahan memiliki pengertian sebagai suatu struktur dalam suatu kesatuan sistem pemerintahan yang menjalankan fungsinya sebagai pelayan publik dan memproduksi jasa publik berdasarkan aturan dan kebijakan yang kesemuanya itu mempertimbangkan aspek kondisi lingkungan.
Birokrasi dengan berbagai peran yang dimilikinya memiliki posisi yang strategis guna meningkatkan kesejahteraan, keamanan, dan keadilan rakyat. Birokrasi dan masyarakat mempunyai hubungan yang filosofis yaitu birokrasi merupakan bagian dari rakyat yang mempunyai hubungan sistemik, organik, fungsional dan ideal. Ini berarti birokrasi dalam menjalankan hubungannya harus memperhatikan kepentingan rakyat. Syukur Abdullah seperti yang dikutip oleh Priyo Budi Santoso mengemukakan pendapatnya mengenai hubungan birokrasi dengan masyarakat Indonesia, sebagai berikut:
1. Birokrasi pemerintahan umum, yaitu birokrasi yang berkenaan dengan fungsi-fungsi dasar pemerintahan dan keamanan, hukum dan ketertiban, perpajakan, dan intelejen. Birokrasi menjalankan fungsi dan peranan mereka dengan orientasi pengaturan (regulative orientations) yang cukup ketat, luas, dan efektif.
2. Birokrasi pembangunan, yaitu birokrasi yang menjalankan fungsi dan peranan untuk mendorong perubahan dan pertumbuhan dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Pada hakekatnya, birokrasi diharapkan mampu berperan dalam aspek pengaturan dan pelayanan secara bersamaan.
3. Birokrasi pelayanan, yaitu birokrasi yang menjalankan peranan pelayanan secara langsung kepada masyarakat (dalam Santoso, 1993 : 21).
Dalam memahami profesionalisme birokrasi pemerintahan, maka Taliziduhu Ndraha menjelaskan tentang profesionalisme bahwa:
Lapangan pemerintahan yang dijalankan berdasarkan Ilmu Pemerintahan di satu pihak dapat menjadi profesi dan pelaku pemerintahan dapat dibentuk (dilatih). (dalam hubungan itu profesionalisme dapat dianggap sebagai paham yang mengajarkan bahwa setiap masyarakat pada setiap tingkatan seharusnya dikelola secara profesional).
Dalam hal ini untuk memahami birokrasi pemerintahan dapat menggunakan pandangan yang dikemukakan diatas. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme birokrasi pemerintahan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kepandaian khusus untuk menjalankan sistem yang menjalankan sistem pemerintahan dan pembangunan serta menjalankan fungsinya sebagai pelayan publik dan memproduksi jasa publik berdasarkan aturan dan kebijakan yang kesemuanya itu mempertimbangkan aspek kondisi lingkungan. Hal-hal yang berkaitan dengan kepandaian khusus tersebut meliputi aspek pengetahuan, aplikasi kecakapan, tanggung jawab sosial, pengendalian diri, serta sanksi masyarakat atau sosial.

2.2. Kualitas Pelayanan Publik dalam Pembuatan Kartu Keluarga (KK)
2.2.1 Pengertian Kualitas
Tak ada satupun dari para ahli seperti yang mengemukakan tentang kualitas mendefinisikan kata kualitas secara sempurna, akan tetapi kita memerlukan definisi operasional dari kata kualitas tersebut. Josep M Juran mengemukakan kualitas sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for use”) (Tjiptono, 1997:11). Adapun Konsep kualitas dikemukakan oleh Triguno dalam bukunya Budaya Kerja, Menciptakan Lingkungan yang Kondusif untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, yaitu : Kualitas sebagai standar yang harus dicapai oleh seseorang/kelompok/lembaga organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan masyarakat (Triguno, 1997 : 76).
Selain sebagai standar yang harus dicapai oleh seseorang, kelompok, atau lembaga organisasi, kualitas juga tidak dapat dipisahkan dari produk dan jasa atau pelayanan. Fandi Tjiptono mengutip pendapat Groetsh dan Davis dalam bukunya Total Manajemen, mengemukakan bahwa “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan” (Tjiptono, 1995 : 51).
Hubungan kualitas dengan pelayanan, dikemukakan oleh Sampara Lukman dalam bukunya Manajemen Kualitas Pelayanan, sebagai berikut :
Kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam memberikan layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik (Lukman, 1999 : 14).
Pendapat lain mengenai kualitas pelayanan dikemukakan Lovelock yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dalam bukunya Manajemen Jasa, yaitu : “Sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan” (Tjiptono, 1996 : 59). Hal ini berarti bila jasa atau layanan yang diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan dan akan dipersepsikan buruk.
Berkaitan dengan kualitas pelayanan, Supranto dalam bukunya Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar, menyebutkan beberapa dimensi atau ukuran dari kualitas pelayanan, yaitu :
Dimensi kualitas pelayanan meliputi keandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya; keresponsifan (responsiveness) yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan ketanggapan; keyakinan (confidence) yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance; empati (emphaty) yaitu syarat untuk peduli, memberikan perhatian pribadi pada pelanggan; berwujud (tangible) yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan media komunikasi (Supranto, 1997 : 107).
Pendapat lain yang senada mengenai ukuran kualitas pelayanan dikemukakan oleh Fandy Tjiptono yang mengutip pendapat Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam bukunya Prinsip-Prinsip Total Quality Service, yaitu:
1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
2. Keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
5. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan (Tjiptono, 1997:14).
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas adalah standar pelayanan jasa yang harus diberikan sesuai dengan dimensi-dimensi kualitas yang antara lain keandalan, daya tanggap, empati, jaminan dan bukti langsung demi tercapainya kepuasan konsumen.
2.2.2 Pengertian Pelayanan Publik
Dalam membahas pengertian pelayanan publik, sebaiknya terlebih dahulu dibahas mengenai pengertian pelayanan. Arti pelayanan secara etimologis dalam kamus bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta, yaitu :
Berasal dari kata layan yang berarti membantu menyiapkan / mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang, kemudian pelayanan dapat diartikan sebagai :
1. Perihal / cara melayani
2. Servis / jasa
3. Sehubungan dengan jual beli barang atau jasa. (peorwadarminta, 1995 : 571)
Pelayanan menurut Moenir yang mengutip pendapat Luthans dalam bukunya Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, yaitu “Sebagai proses yang menunjuk kepada segala usaha yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lain dalam rangka pencapaian tujuan tertentu” (Moenir, 1995 : 17).
Pengertian kata “publik” secara etimologis terdapat dalam kamus Inggris-Indonesia yang ditulis oleh Jhon. M. Echols dan Hasan Shadily, yaitu : “1. Orang banyak (umum), 2. Rakyat” (Echols dan Shadily, 1992 : 455).
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kata “umum” dalam pelayanan umum, tidak lain adalah publik atau dengan kata lain pelayanan umum dan pelayanan publik memiliki pengertian yang sama. Dalam konteks pemerintahan, kata publik/umum merupakan sinonim dari sebutan masyarakat atau rakyat.
Pengertian pelayanan umum atau pelayanan publik menurut H. A. S. Moenir dalam bukunya Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, yaitu :
Pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan factor materil melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka usaha untuk memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya (Moenir, 1995 : 26).
Pendapat lain mengenai pelayanan umum atau pelayanan publik dikemukakan oleh A. Djaja Saefullah dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yaitu :
Pelayanan umum (public service) adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Dilihat dari prosesnya, terjadi interaksi antara yang memberi pelayanan dengan yang diberi pelayanan. Pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah (Saefullah, 1999 : 5).
Sejalan dengan pendapat tersebut dikemukakan oleh Sadu Wasistiono dalam bukunya Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah, yaitu :
Pelayanan umum adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat (Wasistiono, 2001 : 51-52).
Dengan demikian, yang dapat memberikan pelayanan umum atau pelayanan publik itu bukan hanya instansi atau lembaga pemerintah saja, melainkan pihak swasta pun dapat memberikan pelayanan publik.
Kegiatan pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah kepada masyarakat meliputi banyak hal yang menyangkut semua kebutuhan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Pamudji dalam bukunya Profesionalisme Aparatur Negara dalam Meningkatkan Pelayanan Publik, bahwa :
Jasa pelayanan pemerintah yaitu berbagai kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan jasa-jasa. Jenis pelayanan publik dalam arti jasa-jasa, yaitu seperti pelayanan kesehatan, pelayanan keluarga, pelayanan pendidikan, pelayanan haji, pelayanan pencarian keadilan, dan lain-lain (Pamudji, 1994 : 21-22).
Pelayanan pembuatan Kartu Keluarga (KK) juga termasuk dalam jasa pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Sejalan dengan tuntunan reformasi, pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan publik dengan baik atau kualitas pelayanan publik yang diberikan harus tinggi. Untuk memberikan pelayanan publik yang baik atau memberikan kualitas pelayanan publik yang tinggi, aparat pemerintah harus memiliki tiga aspek yang diuraikan oleh Tjahya Supriatna dalam bukunya Administrasi Birokrasi dan Pelayanan Publik, yaitu :
1. Memiliki tanggung jawab yang tinggi selaku abdi negara dan abdi masyarakat.
2. Responsif terhadap masalah yang dihadapi masyarakat khususnya yang membutuhkan pelayanan masyarakat dalam arti luas.
3. Komitmen dan konsisten terhadap nilai standar moralitas dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan. (Supriatna, 1996 : 98).
Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik merupakan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi penduduk negara dengan atau tanpa bayaran guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.2.3 Pengertian Kualitas Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan fungsi utama adanya pemerintahan, pemerintahan dalam hal ini merupakan lembaga yang wajib memberikan atau memenuhi berbagai kebutuhan rakyatnya. Hal ini dipertegas dengan pendapat Rasyid yang mengatakan bahwa tugas pokok pemerintah adalah:
Pelayanan (service), pemberdayaan (employment) dan pembangunan (development). Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat (Rasyid, 1997:48).
Ndraha memberikan pengertian sebagai berikut: “pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah terkait dengan suatu hak dan lepas dari persoalan apakah pemegang hak dibebani suatu kewajiban atau tidak” (Ndraha,1996:64). Dengan demikian pelayanan publik sebagai upaya untuk menghormati dan menghargai hak masyarakat sebagai warga negara. Sedangkan Pamudji memberikan pengertian pelayanan publik sebagai berikut : “berbagai kegiatan pemerintah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dibidang barang dan jasa” (Pamudji, 1983:21). Pengertian pelayanan publik tersebut yang dimaksud dalam tulisan ini.
Dalam pelayanan publik sendiri terdapat unsur-unsur yang harus diperhatikan. Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993 mengutarakan mengenai unsur-unsur pelayanan publik sebagai berikut:
1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan publik harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.
2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan publik harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektifitas.
3. Mutu proses dan hasil pelayanan harus diupayakan agar dapat memberi keamanan, kenyaman, kelancaran dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Apabila pelayanan publik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut meyelenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah harus berlaku efektif dan efisien. Fungsi pemerintahan dalam melayani publik berhubungan dengan krediblitas dari aparat pemerintahan yang ada di lingkungannya. Interaksi harmonis harus selalu dikedepankan antara pemerintah dengan masyarakat/konsumen yang dilayaninya.
Saat ini pelayanan yang dibutuhkan masyarakat adalah pelayanan yang berkualitas tinggi. Adapun pelayanan yang berkualitas tinggi menurut Boediono dalam buku Pelayanan Prima adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah dibidang pelayanan umum.
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna.
3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas (Boediono, 1999:63).
Jadi kualitas pelayanan publik Kualitas pelayanan publik yaitu pemberian jasa atau pelayanan oleh aparat birokrasi pemerintahan kepada masyarakat sesuai standar atau ukuran kualitas pelayanan yang ditentukan oleh keandalan, daya tanggap, jaminan, empati dan bukti langsung.
2.2.4 Pelayanan Publik dalam Pembuatan Kartu Keluarga (KK)
Pelayanan publik dalam pembuatan Kartu Keluarga (KK) dapat diartikan sebagai pemberian jasa atau layanan oleh pemerintah kepada masyarakat yang menjadi penduduk daerah yang bersangkutan dalam hal pembuatan Kartu Keluarga (KK). Kartu Keluarga adalah bagian dari pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan pendapat Sukmaningsih yang mengkategorikan pelayanan publik sebagai berikut:
1. Pelayanan publik yang berorientasi pada profit, yaitu : jasa telekomunikasi, air minum, transportasi, dan listrik.
2. Pelayanan publik yang tidak berorientasi pada profit, yaitu : pelayanan KTP, Catatan Sipil, IMB dan bidang keimigrasian (Sukmaningsih, 1997:5-6).
Kartu keluarga merupakan bagian dari pelayanan dari Catatan Sipil yang dikeluarkan oleh jasa birokrasi pemerintahan Kecamatan dan merupakan salah satu bagian dari pelayanan publik Pelayanan pembuatan Kartu Keluarga (KK) merupakan bagian dari administrasi kependudukan yang diselenggarakan oleh aparat pemerintah Kecamatan khususnya Seksi Pemerintahan. Hal tersebut terdapat dalam Peraturan Daerah No. 25 Tahun 2001 Tentang Retribusi Penyelenggaraan Pendaftaran dan Pencatatan Penduduk, yaitu :
Pelayanan administrasi kependudukan adalah kegiatan pendaftaran dan pencatatan penduduk yang meliputi :
a. Penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP);
b. Penerbitan Kartu Keluarga (KK);
c. Penerbitan Kartu Identitas Diri Kependudukan;
d. Pencatatan dan Penerbitan Akta Kelahiran;
e. Pencatatan dan Penerbitan Akta Perkawinan;
f. Pencatatan dan Penerbitan Akta Perceraian;
g. Pencatatan dan Penerbitan Akta Kematian;
h. Pencatatan dan Penerbitan Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak;
i. Pencatatan dan Penerbitan Akta Ganti Nama;
j. Pencatatan dan Penerbitan Surat Keterangan Kependudukan Lainnya; (Perda No. 25 Tahun 2001, Bab II, Pasal 3)
Selanjutnya, Kartu Keluarga (KK) adalah kartu yang memuat data Kepala Keluarga. Kegunaan Kartu Keluarga (KK) bagi setiap penduduk yaitu untuk mendapatkan pelayanan administrasi kependudukan lainnya.
Adapun prosedur umum dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan Kartu Keluarga (KK) berdasarkan yaitu pengantar dari RT/RW, fotokopi Kartu Keluarga (KK) yang lama apabila sudah punya, Surat Keterangan Pindah, SKPPT bagi WNA, SKPPB bagi pendatang baru. Setelah semua persyaratan lengkap kemudian datang ke kelurahan meminta Surat pengantar dari Kelurahan.. Kemudian menuju kecamatan setelah dicatat dalam Buku Induk dan mendapat nomor Kartu Keluarga, selanjutnya menyerahkan persyaratan tadi untuk diolah serta membayar biaya administrasi.
Untuk biaya pembuatan KK diatur dalam Peraturan Daerah No. 25 Tahun 2001 Tentang Retribusi Penggantian Biaya Cetak Administrasi Kependudukan dan Akta Pencatatan Penduduk, yaitu untuk WNI sebesar Rp. 2.500,- (Dua ribu lima ratus rupiah) dan untuk WNA sebesar Rp. 10.000,- (Sepuluh ribu rupiah).

2.3 Hubungan Profesionalisme Birokrasi Pemerintahan dengan Kualitas Pelayanan Publik Kartu Keluarga
Kaitan antara profesionalisme birokrasi pemerintahan dengan kualitas pelayanan publik ditunjukan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ryaas Rasyid dalam bukunya “Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan dan Politik Orde Baru” bahwa tujuan pokok dari profesionalisme birokrasi adalah terciptanya pemerintahan yang baik dan efektif dalam arti mampu melayani kebutuhan masyarakat secara optimal (Rasyid, 1997:18).
Kemudian sejalan dengan pendapat tersebut diatas Sarundajang mengemukakan pendapat dalam bukunya “Arus Balik Kekuasaan” bahwa:
Organisasi pemerintah daerah perlu meningkatkan profesionalisme aparatur yang berkinerja tinggi karena organisasi pemerintah daerah masa depan akan menghadapi tantangan pada aspek kualitas pelayanan kepada masyarakat. Hal ini hanya dapat direspon oleh organisasi pemerintahan yang memiliki aparatur pemerintahan yang profesional.(Sarundajang, 2000:73).
Kaitan antara profesionalisme birokrasi pemerintahan dengan kualitas pelayanan publik didukung pendapat Pamudji yang mengemukakan hubungan profesionalisme birokrasi pemerintahan dengan kualitas pelayanan publik, bahwa:
Seseorang tergolong profesional, yang berarti memiliki atau dianggap memiliki keahlian, akan melakukan kegiatan-kegiatan (pekerjaan) diantaranya pelayanan publik dengan mempergunakan keahliannya itu sehingga menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik mutunya, lebih cepat prosesnya, mungkin lebih bervariasi, yang kesemuanya mendatangkan kepuasan pada masyarakat” (Pamudji, 1994:22).
Pendapat-pendapat di atas bila dikaitkan dengan konteks pelayanan pembuatan Kartu Keluarga, maka untuk mencapai kualitas pelayanan pembuatan Kartu Keluarga yang lebih baik dan cepat, birokrasi pemerintahan harus profesional. Dengan kata lain, profesionalisme birokrasi pemerintahan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang salah satunya yaitu pembuatan Kartu Keluarga. Masyarakat tentu mengharapkan pelayanan yang lebih baik dari apa yang ditampilkan birokrasi pemerintahan, dan hal ini dapat terwujud dengan peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintahan itu sendiri.