sinawung talineng roso…

Manusia Sebagai Makhluk Budaya

Pendahuluan

Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, Dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki. Hal ini diisyaratkan dalam surat At-Tiin: 4

“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk

yang sebaik-baiknya”.

Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia telah menjadikan manusia makhluk ciptaan-Nya yang paling baik; badannya lurus ke atas, cantik parasnya, mengambil dengan tangan apa yang dikehendakinya; bukan seperti kebanyakan binatang yang mengambil benda yang dikehendakinya dengan perantaraan mulut. Kepada manusia diberikan-Nya akal dan dipersiapkan untuk menerima bermacam-macam ilmu pengetahuan dan kepandaian; sehingga dapat berkreasi (berdaya cipta) dan sanggup menguasai alam dan binatang.

Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.

Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.

Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.

  • PEMBAHASAN

Hakekat Manusia Dan Budaya

A. Pengertian Manusia

Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.

Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.

Oleh karena itu lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap manusia itu sendiri, hal ini dapat dilihat pada gambar siklus hubungan manusia dengan lingkungan sebagai berikut:

 

 

Siklus Hubungan Manusia

Gambar di atas menggambarkan bahwa lingkungan dan manusia atau manusia dan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan sebagai ekosistem, yang dapat dibedakan mejadi:

– Lingkungan alam yang befungsi sebagai sumber daya alam

– Lingkungan manusia yang berfungsi sebagai sumber daya manusia

– Lingkungan buatan yang berfungsi sebagai sumber daya buatan

B. Pengertian Budaya

Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Definisi budaya dalam pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli berbagai ilmu sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai berikut:

E.B. Taylor: 1871 berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.

Sedangkan Linton: 1940, mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.

Adapun Kluckhohn dan Kelly: 1945 berpendapat bahwa budaya adalah: Semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia

Lain halnya dengan Koentjaraningrat: 1979 yang mengatikan budaya dengan: Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal terpenting dalam tindakan manusia yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar.

Dari kerangka tersebut diatas tampak jelas benang merah yang menghubungkan antara pendidikan dan kebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan kegiatan inti dalam dunia pendidikan.

Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :

  1. Wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup.
  2. Aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret.
  3. Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.
  • Budaya sebagai Sistem gagasan

Budaya sebagai sistem gagasan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, karena berada di dalam alam pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan itu dituliskan dalam karangan buku.

Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar dan menjadi sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai budaya.

Jadi, nilai budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat. Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.

  • Perwujudan kebudayaan

JJ. Hogman dalam bukunya “The World of Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan artifacts. Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi” menggolongkan wujud budaya menjadi:

a. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

b. Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat

c. Sebagai benda-benda hasil karya manusia

Berdasarkan penggolongan wujud budaya di atas kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu: Budaya yang bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret.

Budaya yang Bersifat Abstrak

Budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam alam pikiran manusia, misalnya terwujud dalam ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan cita-cita. Jadi budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang menjadi cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran yang telah menjadi kesepakatan.

Budaya yang Bersifat konkret

Wujud budaya yang bersifat konkret berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto. Koencaraningrat menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas: perilaku, bahasa dan materi.

a. Perilaku

Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.

b. Bahasa

Bahasa adalah sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga (auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini adalah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan berkomunikasi. Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan ada.

c. Materi

Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi.

Unsur-unsur materi dalam budaya dapat diklasifikasikan dari yang kecil hingga ke yang besar adalah sebagai berikut:

1. Items, adalah unsur yang paling kecil dalam budaya.

2. Trait, merupakan gabungan dari beberapa unsur terkecil

3. Kompleks budaya, gabungan dari beberapa items dan trait

4. Aktivitas budaya, merupakan gabungan dari beberapa kompleks budaya.

Gabungan dari beberapa aktivitas budaya menghasilkan unsur-unsur budaya menyeluruh (culture universal). Terjadinya unsur-unsur budaya tersebut dapat melalui discovery (penemuan atau usaha yang disengaja untuk menemukan hal-hal baru).

ISI (SUBSTANSI) UTAMA BUDAYA

Substansi utama budaya adalah sistem pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan pandangan hidup.

1. Sistem Pengetahuan

Para ahli menyadari bahwa masing-masing suku bangsa di dunia memiliki sistem pengetahuan tentang:

  • Alam sekitar
  • Alam flora dan fauna
  • Zat-zat
  • Manusia
  • Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia
  • Ruang dan waktu.

Unsur-usur dalam pengetahuan inilah yang sebenarnya menjadi materi pokok dalam dunia pendidikan di seluruh dunia.

2. Nilai

Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat menentukan sesuatu berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau buruk, religius atau sekuler, sehubungan dengan cipta, rasa dan karsa manusia.

Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama). Prof. Dr. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu:

– Nilai material, yaitu segala sesuatu (materi) yang berguna bagi manusia.

– Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas

– Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang bisa berguna bagi rohani manusia.

3. Pandangan Hidup

Pandangan hidup adalah suatu nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan dipilih secara selektif oleh individu, kelompok atau suatu bangsa. Pandangan hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.

  • MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA

Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa manusia sebagai makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi, sebagaimana dilukiskan dalam bagan berikut:

 

 

 

 

 

 

 

Hommes mengemukakan bahwa, informasi IPTEK yang bersumber dari sesuatu masyarakat lain tak dapat lepas dari landasan budaya masyarakat yang membentuk informasi tersebut. Karenanya di tiap informasi IPTEK selalu terkandung isyarat-isyarat budaya masyarakat asalnya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena perbedaan-perbedaan tata nilai budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat asal teknologinya, isyarat-isyarat tersebut dapat diartikan lain oleh masyarakat penerimanya.

Disinilah peran manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas yang disediakan oleh Allah SWT melalui alam ini. Sehingga dengan alam tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang bermartabat dan bernilai tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa setiap kebudayaan akan bernilai tatkala manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan norma-norma yang ada sesuai dengan tata aturan agama.

  • Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
  1. Manusia Sebagai Makhluk Individu

Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.

Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.

Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.

Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.

Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seeorang.

  1. Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.

Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.

Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa alasan, yaitu:

a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.

b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.

c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain

d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

  • Interaksi Sosial dan Sosialisasi

1. Interaksi Sosial

Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat.

Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dala pikiran danb tindakana. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.

Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegeur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial.

Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut

  1. Imitasi adalah suatu proses peniruan atau meniru.
  2. Sugesti adalah suatu poroses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau peduman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa dkritik terlebih dahulu. Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh pysic, baik yang datang dari dirinya sendiri maupuhn dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik. Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi sosial adalaha hampir sama. Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seeorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
  3. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identi (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah.
  4. Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilain perasaan seperti juga pada proses identifikasi.

2. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk intraksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertiakain untuk akhirnya sampai pada akomodasi.

Gilin and Gilin pernah mengadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam pross sosial yang timbul sebagaiu akibat adanya interaksi sosial, yaitu:

a. Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.

b. Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “contravention” dan pertentangan pertikain.

Adapun interaksi yang pokok proses-proses adalah:

1) Bentuk Interaksi Asosiatif

a. Kerja sama (cooperation)

Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya.

Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk kerja sama, yaitu:

v Bargainng, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.

v Cooperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu carta untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan

v Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempynyai tujuan yang sama.

b. Akomodasi (accomodation)

Adapun bentuk-bentuk akomodasi, di antaranya:

v Coertion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.

v Compromise, suatu bentuk akomodasi, di mana pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.

v Arbiration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri

v Meditation, hampir menyerupai arbiration diundang pihak ke tiga yang retial dalam persoalan yang ada.

v Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu tujuan bersama.

v Stelemate, merupakan suatu akomodasi di mana pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangan.

v Adjudication¸ yaitu perselisihan atau perkara di pengadilan.

2) Bentuk Interaksi Disosiatif

a. Persaingan (competition)

Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan kekerasan.

b. Kontraversi (contaversion)

Kontraversi bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontaversi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikannya dan kebencian terhadap kepribadian orang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.

c. Pertentangan (conflict)

Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi antar individu atau kelompok sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan. Pertentangan memiliki bentuk khusus, antara lain: pertentangan pribadi, pertentangan rasional, pertentangan kelas sosial, dan pertentanfan politik.

3. Sosialisasi

Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses di mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:116).

Salah satu teori peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead. Dalkam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972). Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain, yaitu melalui beberapa tahap-tahap play stage, game sytage, dan tahap generalized other.

Menurut Mead pada tahap pertama, play stage, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peranan orang-orang yang berada di sekitarnya.

Pada tahap game stage seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi.

Pada tahap ketiga sosialisasi, seseorang dianggap telah mampu mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain dalam masyarakat yaitu mampu mengambil peran generalized others. Ia telah mampu berinteraksi denagn orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang-orang lain dengan siapa ia berinteraksi.

Menurut Cooley konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini oleh Cooley diberi nama looking-glass self.

Cooley berpendapat looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Tahap pertama seseorang mempunyai persepsi mengenaoi pandangan orang lain terhadapnya. Pada tahap berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilain oreang lain terhadap penampilannya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu.

Pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs (1973:168-208) mengidentifikasikan agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan.

4. Bentuk dan Pola Sosialisasi

a. Bentuk-bentuk Sosialisasi

Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam kaitan inilah para pakar berbicara mengenai bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau pendidikan berkesinambungan.

b. Pola-pola Sosialisasi

Pada dasarrnya kita mengenal dua pola sosialisasi, yaitu pola represi yang menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Dan pola partisipatori yabg merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan manakala berperilaku baik dan anak menjadi pusat sosialisasi.

  • Masyarakat dan Komunitas

Masyarakat itu merupakan kelompok atau kolektifitas manusia yang melakuakn antar hubungan, sedikit banyak bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama. Unsur-unsur masyarakat yaitu: kumpulan orang, sudah terbentuk dengan lama, sudah memiliki sistem dan struktur sosial tersendiri, memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama, adanya kesinambungan dan pertahanan diri, dan memiliki kebudayaan.

  1. Masyarakat Setempat (community)

Masyarakat setempat menunjukan pada bagianmasyarakat yang bertempat tinggal disatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dimana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar diantara anggota-anggotanya, dibandingkan interaksi dengan penduduk diluar batas wilayahnya.

  1. Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota

Menurut Soerjono Soekamto, masyarakat kota dan desa memiliki perhatian yang berbeda, khususnya terhadap perhatian keperluan hidup. Di desa, yang diutamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan pokok, fungsi-fungsi yang lain diabaikan. Lain dengan pandangan orang kota, mereka melihat selain kebutuhan pokok, mereka melihat selain kebutuhan pokok, pandangan sekitarnya sangat mereka perhatikan.

  1. Masyarakat Multikultural

Perlu diketahui, ada tiga istilah yang digunakan secara bergantian untuk mengambarkan masyarakat yang terdiri atas agama, ras, bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu pluralitas, keragaman, dan multikultural.

Konsep pluralitas menekankan pada adanya hal-hal yang lebih dari satu (banyak). Keragaman menunjukan bahwa keberadaanya yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat dipersamakan. Sementara itu, konsep multikultralisme sebenarnya merupakan konsep yang relatif baru. Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama. Jadi, apabila pluralitas hanya menggambarkan kemajemukan, multikulturalisme meberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama diruang publik.

  1. Pengaruh Multikultural Terhadap Kehidupan Beragama, Bermasyarakat, Bernegara dan Kehidupan Global

Problematika yang muncul dari keragaman yaitu munculnya berbagai kasus disintegrasi bangsa dan bubarnya sebuah negara, dapat disimpulkan adanya lima faktor utama yang secara gradual bisa menjadi penyebab utama proses itu, yaitu: kegagalan kepemimpinan, krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama, krisis politik, krisis sosial, dan intervensi asing.

Realitas keragaman budaya bangsa ini tentu membawa konsekuensi munculnya persoalan gesekan antar budaya, yang mempengaruhi dinamika kehidupan bangsa sebagai kelompok sosial, oleh sebab itu kita harus bersikap terbuka melihat semua perbedaan dalam keragaman yang ada, meenjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, dan menjadikan keragaman sebagai kekayaan bangsa, alat pengikta persatuan seluruh masyarakat dalam kebudayaan yang beraneka ragam.

 

 

 

 

  • PERADABAN

Istilah peradaban dalam bahasa Inggris disebut Civilization. Istilah peradaban sering dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kita terhadap perkembangan kebudayaan. Pada waktu perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya berwujud unsur-unsur budaya yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan, luhur dan sebagainya, maka masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki sebuah peradaban yang tinggi.

Peradaban merupakan sebuah kajian dalam keilmuan sosial yang memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat serta manusia sebagai objek kajian. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang “kompleks” yang mana memiliki ciri-ciri :

  1. Melakukan praktik dalam pertanian
  2. Hasil karya dan pemukiman
  3. Melakukan perbandingan dengan budaya lain
  4. Anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.

Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah “budaya” yang populer dalam kalangan akademis yang dalam proses kajian terhadap sebuah kebudayaan. Yang mana dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai “seni, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah cara hidup dalam bermasyarakat”. Namun, dalam sebuah definisi yang paling banyak digunakan adalah peradaban dalam istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan beragam kegiatan ekonomi sosial budaya.

Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adalah istilah “peradaban” dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana budaya kota yang dianggap unggul “ganas” atau “biadab”, konsep dari “peradaban” digunakan sebagai sinonim untuk “budaya ataupun kajian moral yang lebih menekankan pada keunggulan dari kelompok tertentu.” Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti “perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa”. Yang mana setiap bagian dari masyarakat mampu untuk mempraktikkan pertanian secara intensif, memiliki pembagian kerja yang kompleks dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk struktur kota-kota. “Peradaban” dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau peradaban global). Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Adapun ketiga faktor tersebut adalah :

  1. Sistem pemerintahan
  2. Sistem ekonomi
  3. IPTEK.

Dilain pembahasan menurut para ahli terdapat dua istilah yang saling berkaitan, yaitu kebudayaan dan peradaban. Mengenai kedua istilah ini mempunyai pengertian yang bertentangan menurut para ahli, antara lain:

Bieren de hann dalam kajiannya menyampaikan bahwa peradaban adalah seluruh kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan tekhnik. Kebudayaan adalah sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih murni, yang berada di atas tujuan yang praktis pada sebuah hubungan masyarakat.

Oswald Spengl berpendapat bahwa peradaban adalah kebudayaan yang sudah mati. Kebudayaan adalah wujud dari seluruh kehidupan adat, industrial filsafat.

Prof. Dr. Koentjoroningrat mengkaji peradaban adalah bagian dari kebudayaan yang halus dan indah. Hakekat hidup anusia dalam kehidupan memiliki tiga fungsi, yaitu:

  1. Sebagai makhluk Tuhan
  2. Sebagai makhluk individu
  3. Sebagai makhluk sosial dan budaya

Ibnu Khaldun (1332-1406 M) melihat peradaban sebagai organisasi sosial manusia, kelanjutan dari proses tamaddun (semacam urbanisasi), lewat ashabiyah (group feeling), merupakan keseluruhan kompleksitas produk pikiran kelompok manusia yang mengatasi negara, ras, suku, atau agama, yang membedakannya dari yang lain, tetapi tidak monolitik dengan sendirinya. Pendekatan terhadap peradaban bisa dilakukan dengan menggunakan organisasi sosial, kebudayaan, cara berkehidupan yang sudah maju, termasuk system IPTEK dan pemerintahannya.

Fairchild, 1980:41, menyatakan peradaban adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya.

M.W. Mahendra, ST, M.SI, 2007: “Tugas Teori Komunikasi Sosial” memberikan penjelasan yang lebih berbeda tentang apa yang dinamakan peradaban, dalam kajiannya peradaban dibagi menurut susunan kosakata dari kata penyusun kata peradaban, yang mana dalam kajian tersebut menyatakan adab bermakna tingkah laku yang tercermin dalam diri setiap individu manusia atau dapat dikatakan sebagai “akhlak” serta kesopanan dan kehalusan dalam berbudi pekerti. Jadi peradapan merupakan evolusi dari sebuah bentuk kebudayaan yang mana tingkah laku kesopanan, kehalusan dalam berbudi pekerti dalam diri setiap individu menjadi bagian terpenting dalam proses terbentuknya peradaban.

Dengan batasan-batasan pengertian di atas maka istilah peradaban sering dipakai untuk hasil-hasil kebudayaan seperti: kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi, adat sopan santun serta pergaulan dalam melakukan kehidupan bersosial antar sesama. Selain itu juga kepandaian menulis, melakukan sebuah organisasi bernegara serta masyarakat kota yang maju dan kompleks. Tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh dua faktor :

  1. Pendidikan
  2. Kemajuan teknologi dan Ilmu pengetahuan.

Kedua hal tersebut secara tidak langsung sangat memiliki andil yang besar dalam pembentukan sebuah peradapan pada sekelompok masyarakat ataupun bangsa. Pendidikan memberikan pemahaman yang sangat mendasar pada setiap individu guna mencapai sebuah kepuasan dalam hidup, pendidikan yang telah dilakukan menimbulkan sebuah efek yang sangat berarti pada setiap manusia yang dalam interaksinya membentuk sebuah masyarakat ataupun bangsa yang bertujuan dasar untuk menyatakan bawasannya dirinya telah melakukan sebuah interaksi sosial dan interaksi simbolik. Hal itu ternyata mampu meningkatkan kemampuan dalam bidang teknologi serta meningkatnya kajian ilmu pengetahuan pada setiap anggota dalam kelompok masyarakat atau bangsa tersebut.  Dari banyaknya perihal tentang peradaban, sangatlah perlu kita untuk mencoba mengkaji sebuah makna tentang sebuah perwujutan peradaban secara moral. Wujud peradaban moral memiliki empat hal yang sangat bergantung antara satu hal dengan hal yang lain. Keempat hal tersebut adalah :

  1. Nilai-nilai : dalam masyarakat merupakan dasar pembentuk kesusilaan.
  2. Norma : aturan, ukuran, atau pedoman yang dipergunakan dalam menentukan sesuatu benar atau salah, baik atau buruk suatu kejadian yang terjadi atau timbul dari dalam masyarakat.
  3. Etika : nilai-nilai dan norma moral tentang apa yang lebih baik serta apa yang lebih buruk yang mana mampu menjadi pegangan dalam mengatur tingkah laku manusia. Bisa juga diartikan sebagai etika dalam sopan santun.
  4. Estetika : berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam keindahan, mencakup sebuah kesatuan (unity), keselarasan (balance), dan kebalikan (contrast).

Problematika Peradaban

Merupakan sebuah permasalahan yang timbul atau ditimbulkan oleh adanya peradaban dalam sebuah kelompok ataupun komunitas masyarakat. Arus informasi yang berkembang sangat cepat menumbuhkan pemahaman cakrawala serta mampu menjadikan pandangan manusia makin terbuka luas. Teknologi yang pada dasarnya hanya memiliki fungsi utama sebagai alat bentu/eksistensi dari kemampuan diri manusia, dewasa ini telah menjadi sebuah kekuatan otonom/tersendiri yang justru “membelenggu” perilaku dan gaya hidup kita sendiri. Dengan daya pengaruhnya yang sangat besar, karena ditopang pula oleh sistem-sistem sosial yang kuat, dan dalam kecepatan yang makin tinggi, teknologi telah menjadi pengarah hidup manusia. Masyarakat yang rendah kemampuan teknologinya cenderung tergantung dan hanya mampu bereaksi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh kecanggihan teknologi dan bukan untuk berlomba mencapai teknologinya. Dampak Globalisasi Terhadap Peradaban Manusia Akibat globalisasi diantaranya masyarakat mengalami kemiskinan norma yang secara tidak langsung memberikan efek buruk pada keberlangsungannya sebuah peradaban, sehingga terjadi kompromisme sosial terhadap hal-hal yang sebelumnya dianggap melanngar norma tunggal yang ada dalam masyarakat. Selain itu juga terjadinya disorientasi atau alienasi, keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian kita. Sehingga tanpa kita sadari, kita telah mengalami penjajahan moral yang mana hal tersebut lambat laun akan menjadi bola api yang akan membumihanguskan peradaban kita yang senantiasa kita unggul-unggulkan dalam berkehidupan.

 

 

 

 

Comments on: "Manusia Sebagai Makhluk Budaya" (6)

  1. Bagaimana dengan budaya tangis ala Korea? Inikah potensi manusiawi yang selama ini terlupakan oleh kita?

    Air Mata Gumiho

  2. evillah al-fathir said:

    mubculbya modernisasi membuat para manusia melupakan identitasnya.

  3. trim’s all….

  4. minta referensi bukunya dong.. ! Semoga ada 🙂 Terima Kasih

Tinggalkan Balasan ke alyz Batalkan balasan